Stabilitas Perbankan Meningkat, LPS Kurangi Dana Cadangan Intervensi Secara Signifikan

MALANG – Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mengumumkan pemangkasan besar-besaran terhadap dana cadangan intervensi yang sebelumnya disiapkan untuk mengantisipasi potensi krisis di sektor perbankan nasional. Keputusan ini diambil seiring membaiknya kondisi perbankan nasional dalam beberapa bulan terakhir.
Ketua Dewan Komisioner LPS, Purbaya Yudhi Sadewa, menyampaikan optimisme tersebut saat memberi kuliah umum di Universitas Brawijaya, Kamis (22/5/2025). Ia menjelaskan bahwa kekhawatiran yang sempat muncul di akhir tahun lalu terkait kondisi likuiditas kini telah mereda, berkat tren positif yang terlihat sejak awal tahun.
"Desember lalu sempat muncul kekhawatiran karena memburuknya likuiditas. Namun sejak Januari hingga April, kami melihat perbaikan yang sangat signifikan. Saya tidak terlalu khawatir lagi dengan kondisi perbankan kita," ujar Purbaya.
Indikator Perbankan Tunjukkan Tren Positif
Sejumlah indikator penting menunjukkan penguatan sektor perbankan. Hingga Maret 2025, pertumbuhan kredit tercatat sebesar 9,16 persen (YoY), sementara Dana Pihak Ketiga (DPK) naik 4,75 persen. Rasio kecukupan modal (CAR) pada Februari 2025 mencapai 26,98 persen, dan rasio kredit bermasalah (NPL gross) tetap terjaga di angka 2,17 persen.
Melihat perkembangan tersebut, LPS memangkas dana cadangan intervensi dari semula Rp15 triliun menjadi hanya sekitar Rp1 triliun hingga Rp2 triliun, yang disiapkan untuk kebutuhan operasional saja.
“Sekarang karena situasi stabil, kami hanya siapkan dana cadangan minimal. Selebihnya kami andalkan cadangan likuid seperti Surat Utang Negara (SUN) yang bisa dicairkan kapan saja,” ungkapnya.
Pengawasan Bank Kecil Tetap Dilakukan
Meski kondisi umum membaik, Purbaya menyatakan LPS tetap memantau kondisi bank-bank kecil, terutama Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Pada 2024, dana likuidasi yang digunakan untuk BPR hanya sekitar Rp1 triliun.
“Tahun ini baru satu BPR yang kolaps hingga Mei. Ini angka yang jauh lebih baik dibanding tahun-tahun sebelumnya yang bisa mencapai 6–7 BPR,” ujarnya.
Ia juga memastikan bahwa tidak ada bank besar yang diprediksi mengalami kegagalan pada tahun ini, mencerminkan perbaikan nyata dalam sistem keuangan nasional.
Peran Pemerintah dan Ketahanan Domestik
Pemulihan sistem keuangan juga ditopang oleh efektifnya penyaluran dana pemerintah ke sektor riil. Menurut Purbaya, perbaikan distribusi dana ini turut menggerakkan roda ekonomi.
“Dana pemerintah mulai mengalir ke sistem dan mendorong aktivitas ekonomi kembali bergerak,” ujarnya.
Ia menambahkan, kekuatan ekonomi Indonesia sangat bergantung pada permintaan domestik. Pada kuartal I 2025, konsumsi menyumbang 61,80 persen terhadap PDB, sementara total kontribusi permintaan domestik mencapai 89,93 persen.
Deteksi Dini Risiko dan Penyesuaian Strategi
LPS kini memiliki sistem pendeteksian dini yang canggih untuk memantau arah pergerakan ekonomi serta mendeteksi potensi risiko sejak awal. Selain itu, LPS secara berkala menyesuaikan suku bunga penjaminan guna mendukung stabilitas dan pertumbuhan ekonomi.
“Kami tahu lebih awal jika ada tanda bahaya. Sistem ini jadi salah satu pilar penguatan mitigasi risiko kami,” tegas Purbaya.
Tantangan Digitalisasi dan Literasi Keuangan
Dalam menghadapi era digital, LPS memprioritaskan transparansi bank digital dan keamanan siber. Purbaya mengungkapkan bahwa pihaknya telah berinvestasi lebih dari Rp200 miliar dalam dua tahun terakhir untuk memperkuat sistem IT dan keamanan siber.
“Kita berada di era yang rawan kejahatan digital. Maka kami perkuat sistem cyber security dan saat ini LPS punya sistem IT terbaik di Indonesia,” katanya.
Namun, ia juga menyoroti masih rendahnya tingkat literasi keuangan masyarakat. Untuk itu, LPS aktif melakukan edukasi ke berbagai universitas dan daerah guna meningkatkan pemahaman publik terhadap sistem keuangan nasional.
“Kami ingin masyarakat memahami bagaimana sistem keuangan bekerja dan apa saja risikonya, sehingga literasi keuangannya meningkat,” pungkasnya.